OUTSOURCING dan PENGEMBANGAN DUNIA USAHAOUTSOURCING dan PENGEMBANGAN DUNIA USAHA


Pertanyaan:

kami adalah sutau perusahaan yang bergerak dibidang industry tekstil, yang berdomisili di daerah Bekasi. Kami mempekerjakan sekitar 1.500 orang karyawan. Dikarenakan order ditempat kami tidak continue, maka sekitar 25% dari karyawan yang dipekerjakan, kami rekrut dari perusahaan alih daya (outsourcing).

Belakangan ini, tepatnya sejak tangal 5 Mei 2012, Menteri Tenaga Kerja menyatakan akan mendata perusahaan-perusahaan alih daya (outsourcing), dan akan menindak secara tegas jika ada yang melanggar. Hal ini agak merisaukan pimpinan perusahaan kami, khususnya terkait dengan resiko hukum bagi perusahaan kami sekalu pengguna karyawan alih daya. Yang jadi pertanyaan kami adalah:

  1. Perusahaan alih daya bagaimana yang dibolehkan menurut UU?
  2. Jika perusahaan alih daya telah ditindak/dikenakan sanksi oleh Menteri Tenaga Kerja, apakah perusahaan kami selaku pengguna juga akan ikut ditindak?

Mohon penjelasan Bapak, dan atas kesediaannya kami haturkan terimakasih.

Suryalani,

Manager HRD

 

PENJELASAN HUKUM TERKAIT DENGAN OUTSOURCING:

Ibu Suryalani Yang Terhormat,

Memang benar, sejak Mey Day (Hari Buruh Internasional) tanggal 5 Mei 2012 yang juga diperingati di Indonesia, ada penolakan besar terhadap praktik penggunaan tenaga kerja Alih Daya (Outsourcing). Penolakan ini memang sangat beralasan karena praktek outsourcing di Indonesia secara umum sangat tidak manusiawi, dan menyimpang dari ide awal pembentukan atau diizinkannya perusahaan outsourcing.

Harus diakui, memang ada yang salah dengan praktek outsouring yang terjadi saat ini. Kesalahan tersebut yakni terjadinya sistem kontrak kepada karyawan secara berulang-ulang, sehingga status karyawan tersebut tetap karyawan kontrak, yang setiap saat bisa kehilangan mata pencahariannya. Artinya jika pekerja tidak bekerja besok, maka secara otomatis akan kehilangan gaji. Kondisi demikian tentu sangat kontras dengan karyawan berstatus tetap, yang tidak bisa seenaknya di PHK. Penyimpangan lainnya adalah pembayaran upah tenaga kerja yang jauh lebih rendah dari ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota Madya. Ini terjadi karena perusahaan outsourcing mencari keuntungan dengan cara memotong gaji karyawan, dan karyawan tersebut tidak kuasa menolak karena takut kehilangan pekerjaannya.

Pada dasarnya jasa outsourcing memiliki keunggulan yang bisa digunakan untuk mengembangkan perusahaan. Outsourcing lahir dari gagasan untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk ketenagakerjaan. Dengan outsourcing, maka perusahaan hanya fokus pada bidang-bidang tertentu yang menjadi keahliannya, sedangkan diluar keahlian tersebut, diserahkan pengerjaannya melalui outsourcing. Pelaksanaan outsourcing memungkinkan tersedianya barang modal tanpa investasi langsung, sehingga modal atau sumberdaya yang ada dapat digunakan untuk kepentingan lain. Sebagai contoh, alangkah besarnya dana investasi yang harus disediakan apabila suatu perusahaan televisi harus mencetak sendiri box atau monitor televisi produksinya, yang senantiasa berubah dalam hitungan bulan. Pengerjaan melalui outsourcing masih bisa menguntungkan karena mereka memproduksi dalam jumlah yang sangat besar.

Outsourcing dianggap mampu menjadikan perusahaan lebih efisien dan dinamis. Bahkan di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika, batasan pelaksanaan outsourcing sudah semakin kabur, antara hanya pada bisnis utama perusahaan atau tidak. Hal itu berbeda dengan di Indonesia, yang masih membatasi bahwa yang dapat di outsourcing hanya bidang-bidang diluar bisnis utama perusahaan.

UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan syarat perusahaan outsourcing yang sangat tegas untuk melindungi buruh, seperti halnya yang bekerja pada perusahaan biasa. Perlindungan yang kuat bukan saja dibidang pengupahan, namun termasuk juga kepastian kerja dan kesinambungan penghasilan.

 Kegiatan outsourcing menurut UU No. 13 tahun 2003 hanya dapat dilakukan terhadap pekerjaan diluar bisnis utama perusahaan. Karena bisnis utama perusahaan outsourcing adalah menerima, melatih dan menempatkan/mempekerjakan buruh pada perusahaan yang membutuhkan, maka seharusnya buruh yang dipekerjakan oleh perusahaan outsourcing adalah karyawan tetap perusahaan tersebut, bukan sebagai pekerja kontrak.

Terkait pertanyaan ibu yang pertama, perusahaan yang diizinkan melakukan praktek alih daya (oursourcing) adalah perusahaan yang berbadan hukum, seperti Perseroan Terbatas, Yayasan atau Koperasi. Diluar badan hukum tersebut, maka tidak diperkenankan menjalankan bisnis outsourcing. Selain itu, tentulah perusahaan tersebut dilarang membayar upah dibawah UMK, serta wajib (seharusnya) memperlakukan karyawannya sebagai karyawan dengan status tetap (bukan karyawan kontrak).

Terhadap pertanyaan yang kedua, maka pengguna tenaga alih daya diwajibkan oleh UU No. 13 tahun 2003 untuk mempergunakan tenaga alih daya khusus untuk pekerjaan-pekerjaan pendukung saja (bukan bisnis utama perusahaan) , seperti security dan cleaning servive. Selain itu, perusahaan juga diwajibkan untuk merekrut tenaga alih daya dari perusahaan-perusahaan yang sudah mempunyai badan hukum, serta perusahaan tersebut bersedia membayar upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yag berlaku. Jika kedua syarat ini sudah dipenuhi, maka yakinlah bahwa perusahaan tersebut tidak akan dikenakan sanksi oleh pihak kementerian Tenaga Kerja.

 

Penulis : Sehat Damanik, S.H., M.H.
Managing Partner di
Kantor Hukum DSS & Partners dan
Dosen/pengajar di Universitas Taruma Negara.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

DSS & PARTNERS | Law Office of DSS & Partners © 2020 All Right Reserved