Jerat Hukum Bagi Anji

Erdian Aji Prihartanto alias Anji, baru-baru ini menghebohkan sosial media terkait dengan video yang diupload lewat channel Youtube miliknya. Vidio kontroversial tersebut adalah dialog Anji Hadi Pranoto tentang penemuan obek Covid 19. Karena dianggap hoax, akhirnya Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid, melaporkan Anji beserta Hadi Pranoto ke Polda Metro Jaya pada Senin, 3 Agustus 2020. Keduaya dilaporkan atas dugaan penyebaran berita bohong yang berjudul “Bisa Kembali Normal? Obat Covid Sudah ditemukan !!!”.

Kasusnya telah bergulir di Polda Metro Jaya LP Nomor : LP/4538/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ. Proses penyelidikan telah ditingkatkan menjadi Penyidikan karena telah ditemukan bukti permulaan yang cukup, baik dari keterangan Pelapor, bukti video dan keterangan ahli. Kasus ini menjadi sangat menarik karena disatu sisi Anji punya niat baik untuk menebar positifisme kepada masyarakat karena sudah ditemukan obat Covid 19, akan tetapi disisi lain ada yang keberatan karena dianggap berita bohong.

Pihak Kepolisian sepertinya akan menggunakan Pasal 28 Juncto Pasal 45A UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah dengan UU No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang berbunyi : ”Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”. Pasal 45A ayat 1 “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kata kunci untuk menjerat pelaku menurut pasal tersebut adalah adanya tindakan tanpa hak dengan sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Dengan demikian ada beberapa syarat agar bisa dijerat : Pertama, adanya orang yang dengan sengaja tanpa hak menyebarkan berita bohong. Kedua, berita yang disebarkan harus berupa berita bohong dan menyesatkan. Ketiga, harus timbul kerugian konsumen akibat transaksi elektronik. Syarat inilah yang harus didalami pihak Penyidik untuk menentukan apakah Para Terlapor bisa dijerat dengan pasal di atas.

Jika kita melihat dari sisi Anji saja, maka seharusnya akan sulit menjerat beliau atas pasal tersebut apabila Anji tidak mengetahui jika informasi yang disampaikan oleh Hadi Pranoto itu hoax. Apalagi Anji juga hanya menyebarkannya melalui akun youtube pribadi, yang tidak berdampak pada timbulnya kerugian konsumen akibat transaksi elektronik. Pada bagian lain, dari sisi Hadi Pranoto tentulah harus lebih hati-hati karena beliaulah sumber dari semua kontroversi ini. Jika beliau tidak bisa membuktikan apa yang dia sampaikan maka informasi tersebut patut diduga sebagai hoax. Selanjutnya jika nanti ditemukan ada kerugian konsumen melalui transaksi elektronik, misalnya ada penjualan produk secara online, maka semakin kuatlah dugaan atas adanya tindak pidana atas pasal yang dituduhkan.

Kita tunggu perkembangan lebih lanjut dari perkara ini.

Sampai bertemu diartikel kami berikutnya. Terima kasih.

sumber gambar : www.idntimes.com

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

DSS & PARTNERS | Law Office of DSS & Partners © 2020 All Right Reserved