Hak Jawab Agus Suparmanto

Kami bertindak untuk dan atas nama Agus Suparmanto menyampaikan hal-hal berikut ini.

Majalah Tempo edisi 30 Maret – 5 April 2020 menyajikan berita dengan judul “Jejak Fulus Menteri Agus” di versi cetak dan “Kisruh Proyek Menteri Agus” di versi online. Isi berita tersebut tidak benar dan mengandung unsur fitnah yang mencemarkan nama klien kami. Judul sampul serta kutipannya merupakan fitnah dan penghakiman terhadap klien kami, yang seolah-olah telah terbukti secara hukum terlibat bisnis patgulipat dengan keuntungan tidak wajar. Padahal sampai saat ini tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan demikian.

Tidak ada hubungan antara jabatan klien kami sebagai Menteri Perdangangan dan proyek Aneka Tambang (Antam) di Halmahera yang dikerjakan PT Yudistira Bumi Bhakti (PT YBB). Sebab, peristiwa itu terjadi pada 2001-2004, sementara klien kami baru dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019.

Pada halaman 61 tertulis: “Menteri Perdagangan Agus Suparmanto digugat ke polisi dengan tuduhan menipu … dugaan penggelembungan nilai proyek dengan keuntungan fantastis hingga Rp 2,9 triliun.” Di situs web: “Agus menjadi investor PT. Yudistira Bumi Bhakti (PT YBB) yang mengeruk keuntungan tidak wajar hingga Rp. 2,9 triliun dari proyek Antam Halmahera, Maluku Utara”.

Berita ini keliru karena klien kami tidak pernah mengeruk keuntungan secara tidak wajar dari proyek Antam di Halmahera. Klien kami adalah pengusaha yang mendanai sebagian biaya operasional yang diperlukan PT YBB dalam proyek mereka di Halmahera. Jika dari investasi tersebut klien kami mendapat keuntungan, itu wajar sebagai pengembalian atas investasi ataupun keuntungan dari dana yang diinvestasikannya. Klien kami melakukan perjanjian business-to-business dengan PT YBB dan selanjutnya disepakati pembagian keuntungan.

Pada halaman 62 paragraf ke-2 tertulis: “kabar yang sampai ke Desa Buli: mantan komisaris Yudistira, Yulius Isyudianto, melaporkan Agus Suparmanto, investor perusahaan itu, dengan tuduhan menggelapkan keuntungan perusahaan hasil menggali nikel di Tanjung Buli sebesar Rp 500 milyar. “Baru kali itu kami tahu perusahaan tersebut teryata bukan punya Antam’ … Bahwa salah satu pemilik YBB kini menjadi Menteri Perdagangan”.

Klien kami tidak pernah menggelapkan uang perusahaan seperak pun, apalagi sebesar Rp. 500 milyar. Klien kami secara pribadi hanya mendapat keuntungan sebagai investor, sesuai dengan kesepakatan dengan pihak PT YBB. Klien kami juga bukan pemilik atau pemegang saham PT YBB karena yang bersangkutan sama sekali tidak mempunyai selembar saham pun di PT YBB.

Pada versi cetak halaman 67 dengan judul “Seteru Setengah Triliun”. Di kolom pertama alinea ke -4 tertulis: “Rafli pun melaporkan Agus beserta Miming Leonardo dan Juandy Tanumihardja dengan tuduhan penipuan dan penggelepan pada 2013”. Paragraph ke-5 versi web: “tak hanya melaporkan Agus Suparmanto ingkar janji membagi keuntungan proyek selama 13 tahun itu, Yulius Isyudianto juga membongkar cara culas perusahaannya mendapat proyek tersebut.”

Laporan Rafli Ananta Murad pada 2013 di Markas Besar Kepolisian RI sudah mendapat surat perintah penghentian penyidikan (SP3) pada 16 juni 2014 karena tidak cukup bukti. Begitu juga laporan Yulius Isyudianto pada 2020 di Mabes Polri, yang sudah mendapat SP3 pada 19 Maret 2020 karena dilaporkan bukan tindak pidana. Telah adanya SP3 atas kedua laporan tersebut membuktikan bahwa klien kami tidak melakukan penipuan dan penggelapan atas uang PT YBB ataupun mengambil hak atau keuntungan dari Yulius dan kawan-kawan.

Dihalaman 63 kolom kedua alinea ke-3 dan di web alinea ke-14: “Setelah proyek ditangan, para pengendali Yudistira mulai berembuk membagi saham dan keuntungan proyek. Sebagai pemodal, Agus Suparmanto dan Miming Leonardo disepakati mendapat 70 persen keuntungan, sementara yulius Isyudianto dan Pramono Anung mendapat 10 persen …. ‘Itu atas permintaan Agus’, ujar Yulius”.

Versi web alinea ke-21: “Artinya diluar jatah Agus Suparmanto, Yulius dan para komisaris lain seharusnya mendapatkan Rp 1 triliun. Namun, kata Rafli, Agus selalu mengelak ketika disinggung soal pembagian jatah itu”.

Klien kami bukan pemegang saham dan bukan pula pengendali di PT YBB sehingga tentu saja tidak mempunyai kewenangan mengatur pembagian keuntungan PT YBB. Ihwal pernyataan Yulius dan kawan-kawan yang mengklaim berhak mendapat Rp 1 triliun, bukan kewenangan klien kami untuk mengakui atau menolaknya karena klien kami bukan pengurus di PT YBB.

Halaman 67 kolom kedua alinea ke-1: “Menurut Yulius, pada Maret 2014, Agus menemuinya di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, untuk menawarkan perdamaian. Agus berjanji memberikan jatah Yulius Rp 500 milliar dengan syarat laporan pollisi dicabut. Sebagai komitmen, Agus memberikan Rp 30 milliar”.

Versi web alinea ke-22: “Menurut Rafli, sempat tersiar kabar kalau satu dari tiga sekondan itu- Agus, Miming, dan Juandy- Sudah hendak menjadi tersangka. Diduga karena itu, Agus mengontak Yulius mengajak damai. Ia menjanjikan uang Rp 500 milliar asalkan laporan Yulius ke polisi dicabut …. Kesepakatan di depan notaris pun dibuat. Hanya, tak tertulis di sana bahwa Agus akan membayar Rp 500 milliar seperti janjinya”.

Berita ini tidak benar. Faktanya, polisi sudah mengeluarkan SP3 atas laporan tersebut. Jika benar klien kami telah melakukan perbuatan yang dituduhkan, tentulah polisi akan melanjutakan kasus tersebut dan menjadikan klien kami tersangka. Tidak pernah pula klien kami berjanji membayar Rp 500 milliar kepada Yulius dan kawan-kawan.

Pada bagian lain berita tersebut, Yulius juga sudah mangakui ada akta kesepakatan dan deal membayar Rp 30 Milliar. Jika sudah deal, berarti masalah telah selesai dan tidak masuk akal orang sepintar Yulius dan kawan-kawan mau bertindak bodoh dengan tidak menuangkannya dalam akta, jika memang klien kami berjanji membayar Rp 500 milliar. Dalam Akta Perdamaian Nomor 7 disebutkan bahwa yang melakukan pembayaran kepada Yulius dan kawan-kawan adalah PT YBB, bukan klien kami.

Klien kami sangat menyayangkan sikap tidak professional majalah tempo yang telah menyajikan berita secara tidak berimbang dan tidak menguji kebenaran berita tersebut. Tindakan Tempo di atas kami duga telah melanggar Pasal 5 dan Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Mengingat pemberitaan majalah Tempo dan para narasumbernya telah sangat merugikan klien kami, baik secara pribadi maupun dalam kapasitasnya sebagai Menteri Perdagangan, dengan ini kami menegur majalah Tempo dan semua pihak terkait lain.

Harris Sarana, S.H. | Sehat Damanik, S.H., M.H.

Retno Setiyaningsih, S.H. | Donny Mores Munthe, S.H.

Sumber: Majalah Berita Mingguan Tempo 20-26 April 2020 Halaman 6.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

DSS & PARTNERS | Law Office of DSS & Partners © 2020 All Right Reserved